Melihat Potret Perempuan pada tahun 1950’an dalam Drama Musical Asrama Dara
By Sendaewardah - Juli 19, 2018
Apa yang bisa kita lihat dari
perempuan zaman sekarang? Berpendidikan, bebas, modis, mempunyai pemikiran maju, modern dan lain-lain. Meskipun tidak semua perempuan Indonesia zaman sekarang sama seperti yang saya tuliskan tadi, akan tetapi para perempuan di zaman sekarang dituntut
untuk ikut bergerak dinamis mengikuti kemajuan modernisasi. Seorang perempuan
mempunyai hak yang sama untuk ikut menikmati arus global dan tidak dikungkung
oleh kolotnya aturan. Itu jika kita melihat keadaan di sekeliling kita saat ini. Tapi
apakah kita pernah membayangkan ketika zaman dahulu wanita sulit untuk dapat
menghirup udara kebebasan seperti kita? Bahkan untuk sekedar mendapatkan hak
menerima pendidikan saja sudah susah, apalagi ketika ia ingin berkarir di dunia
pekerjaan.
Jika ingin melihat potret wanita zaman dahulu cobalah untuk menyempatkan waktu menonton sebuah film
atau drama musical tahun 1950 yaitu Asrama Dara. Asrama Dara adalah film yang
diproduksi pada tahun 1950-an, diputar oleh PERFINI pada tahun 1958
disutradarai dan di produseri oleh Usmar Ismail. Seperti yang kita tahu sampai saat ini Usmar Ismail
dikenal sebagai Bapak perfilman Indonesia. Berbicara tentang Asrama Dara, film ini salah satu besutan Umar Ismail yang merupakan film bergenre drama musical. Di dalamnya bermain beberapa aktor dan aktris yang sampai beberapa puluh tahun kemudian masih aktif bahkan menjadi bintang ternama di Indonesia. sebut saja Suzana yang berperan sebagai
Ina, serta Aminah Tjendra kasih sebagai Tari. Ada pula Rendra Karno sebagai Broto, Citra Dewi sebagi Rahimah, Bambang Irawan sebagai
Masrul, Bambang Hermanto sebagai Imamsyah, Baby Huwae, Nurbani Jusuf, Tatiek Malijati,
Achmad Sabur, Fifi Young sebagai ibu Sari, Hasan Sanusi sebagai Hasan, Imam
Subono sebagai ayah Ani, Nun Zairina sebagai Sita, dan lain-lain. Sebagai film yang jauh dari teknologi canggih seperti sekarang, film
Asrama Dara mampu memberi hiburan yang menurut saya sarat akan makna dan edukatif juga sehingga tidak heran masuk ke dalam nominasi Film terbaik di Festival Film Indonesia. Sayangnya, mereka hanya sebagai nominator, bukan pemenang. Meskipun begitu, kategori penyunting terbaik
FFI 1960 justru jatuh kepada Soemarjono dari Film ini.
Film ini telah membuka wacana kita tentang
feminisme. Asrama Dara Menceritakan sebuah Asrama yang dihuni oleh para wanita
yang merantau ke ibukota untuk bersekolah. Dalam menjalani kehidupan sebagai pelajar,
mereka semua juga melalui masa-masa penuh perjuangan karena ikut memperjuangkan
kesetaraan dan eksistensi mereka di lingkungan sekolah maupun asrama. Berbagai
konflik muncul dan terjadi pada setiap penghuni
asrama. Salah satu konflik yang menarik adalah konflik yang dihadapi oleh Rahimah
yang kehilangan haknya untuk memperjuangkan hidupnya. Rahimah diminta pulang kampung
untuk menikah dengan orang pilihan orang tuanya dan juga memberi kesempatan
adik lelakinya untuk bersekolah, di sisi lain dia ingin menjadi dokter. Rahimah
pun tidak bisa berbuat banyak dan mengorbankan cita-cita nya untuk memenuhi
keinginan orangtuanya.
Ada pula konflik yang terjadi antara
kakak beradik Ina dan Ani yang kehilangan ketenntraman keluarganya karena
orantua mereka bercerai. Hal ini disebabkan oleh Ibu mereka yang terlampau
sangat maju dalam berpikiran dan modern, sedangkan ayahnya tidak mampu
mengimbangi. Kedua anak itu menjadi korban dari perpisahan yang disebabkan oleh
keinginan ibunya mendapatkan
keinginan untuk diakui oleh banyak orang
dan ayahnya yang hanya bisa melihat tanpa ikut berkembang. Dan ibu kedua anak
itu memandang rendah ayahnya. Asrama Dara memberi gambaran kepada kita betapa susahnya perempuan di masa itu untuk sekedar mendapatkan pengakuan akan eksistensi dan kesetaraan mereka. Ketika mereka berpikiran maju, mereka akan di cap dengan berbagai label yang merendahkan.
Sebenarnya
feminism sendiri sudah ada sejak awal abad ke 16-18 di Eropa.Di Indonesia
sebenarnya telah ada sejak abad ke 14 yaitu ketika zaman Majapahit, pada saat itu
dipimpin oleh seorang ratu yang bernama Sri Buana Tungga Dewi (ibu dari Hayam Wuruk).Namun,
ketika itu belum ada istilah yang dinamakan feminism.Secara Historis istilah
feminism pertama kali muncul pada tahun 1895, dalam konsep perubahan social.
Mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1880 an oleh R. A Kartini.Ini artinya jauh
sebelum feminism masuk, Indonesia telah lebih dulu memiliki budaya kesetaraan.Seperti
yang dikatakan oleh Prof. Zaskia Wieringa (Universiteit Van Amsterdam) dalam Konferensi
20 tahun Jurnal Perempuan pada September
2016 bahwa “Budaya Belanda sangat
heteronormativitas, setelah dijajah Belanda Indonesia lupa dengan budaya
aslinya, ini yang saya sebut dengan postcolonial amnesia”.
Daftar Pustaka:
Prabasmoro,
Aquarini Priyatna. 2006. Kajian Budaya Feminis,Tubuh,
Sastra, dan Budaya Pop. Yogjakarta: Anggota IKAPI.
Savitri,
Niken. 2008. HAM Perempuan-Kritik Teori Hukum
Feminis Terhadap KUHP. Bandung: Anggota IKAPI.
Daftar Laman:
https://www.jurnalperempuan.org/berita/gerakan-perempuan-dan-wacana-feminisme-di-indonesia (diakses pada 5 November 2017 pukul 03:48)
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-a010-58-472771_asrama-dara/award (diakses pada 5 November 2017 pukul 04:20)