Layar terkembang adalah salah satu buah karya dari Sutan
Takdir Alisjahbana yang fenomenal pada masa angkatan Pujangga Baroe. ovel ini
banyak diminati, khususnya remaja pada saat itu karena banyaknya Romansa dan pengorbanan cinta. Angkatan
Pujangga Baru sendiri adalah sebuah nama
majalah sastra yang terbit tahun 1933. Majalah itu bernama
Pujangga Baroe. Majalah Pujangga Baru dipimpin
oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane. Keempat
tokoh tersebutlah sebagai pelopor Pujangga Baru. Karena berlangsung mulai 1933 – 1942 (Masa penjajahan Jepang) maka angkatan Pujangga Baru disebut Angkatan Tiga Puluh.
Munculnya Angkatan Pujangga Baru disebut sebagai reaksi para sastrawan terhadap sensor karya
tulis sastrawan pada masa tersebut yang
dilakukan oleh Balai Pustaka, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut
rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra
intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern
Indonesia. Mengapa? Karena
salah satunya adalah Karya-karya sastra yang lahir pada angkatan ini bersifat dinamis,
individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi. Di
samping itu, kebudayaan yang dianut masyarakat adalah kebudayaan dinamis. Kebudayaan
tersebut merupakan gabungan antara kebudayaan barat dan kebudayaantimur
sehingga sifat kebudayaan Indonesia menjadi universal. Selain itu, Angkatan Pujangga Baru dilatarbelakangi kejadian
bersejarah “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928. Sehingga tampakn dari sejarah yang melatarbelakanginya Angkatan
Pujangga Baru seperti ingin
menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu
bahasa Indonesia
Mulanya Pujangga Baru hanya nama
sebuah majalah bahasa dan sastra yang terbit pada bulan Juli 1933. Penamaan
Pujangga Baru ini diambil dari para pendiri majalah tersebut yaitu segolongan pujangga
muda. Majalah tersebut akhirnya menjadi
media pertemuan para penulis muda. Dalam dada para penulis muda hanya ada satu
tekad dan modal, yaitu hasrat yang menyala-nyala. Maka
terbentuklah perkumpulan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Baru.
Pujangga Baru merupakan perjuangan untuk memajukan kesusastraan baru Indonesia
yang sesuai dengan jiwa baru bangsa Indonesia. Dengan lahirnya Pujangga Baru
dimulailah kesusastraan Indonesia yang sebenarnya, dan kesusastraan Melayu di
bumi Indonesia pun berakhirlah. Pujangga pujangganya
terdiri atas berbagai suku bangsa yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa perjuangan, bahasa untuk melahirkan perasaan dan pikiran, menuju
cita-cita yang luhur yaitu kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Semangat yang
mendorong lahirnya Pujangga Baru ialah: Perasaan ingin bebas merdeka, tidak
terkungkung dalam melahirkan perasaan, kehendak, dan pendapat menurut gerak
sukma dan jiwa masing-masing.
Karakteristik dari
Angkatan Pujangga Baru sendiri salah satunya bisa dilihat dari Tema. Pokok cerita yang dibuat pada masa itu tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi sudah memasuki masalah kehidupan
kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sutan Takdir Alisyabana
yang berjudul “ Layar Berkembang”. Novel
Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah novel roman lama yang
menjadi jejak pemikiran modern Indonesia. Novel ini
memuat tentang pendidikan yang memberikan
ilusi karena tidak berdasarkan pada kenyataan dan hanya berdasarkan angan-angan
pengarang yang tidak bisa dibenarkan dalam kehidupan nyata. Selain itu, sifat kebangsawan dalam novel Sutan
Takdir Alisjahbana baru muncul dalam novel Layar Terkembang karena lingkungan tempat
cerita itu adalah lingkungan priayi. Sang pengarang menjadikan novel ini ajang untuk mengekspresikan
hasratnya pada karya sastra khususnya novel.
Salah satu
permasalahan modern yang diangkat dalam novel Layar Terkembang sesuai dengan
karakteristik pada masa itu adalah Emansipasi. Takdir mencoba
mendobrak paradigma yang ada di masyarakat bahwa seorang wanita adalah tawanan
dalam penjara, artinya tidak bisa
bergerak semau kata hatinya, mereka selalu dituntut menuruti apa yang suaminya inginkan. Sehingga Takdir membuat tokoh Tuti dalam
novelnya sebagai bentuk sindiran atau
kritikan kepada bangsa, budaya, dan laki-laki khususnya. Takdir sendiri adalah seorang
laki-laki, akan tetapi dia tidak menganggap hal itu adalah batasan antara laki-laki dan wanita, tapi
siapa yang melakukan tindakan merugikan itulah yang salah.
Karena itu lah emansipasi
wanita harus di tegakkan sebagai peringatan kepada kaum hawa yang masih tertindas atau belum merdeka karena kaum
laki-laki. Takdir memunculkan
suatu konsep baru dalam novelnya untuk merevolusi
perbedaan yang sengaja dianut kaum laki-laki untuk memperlakukan wanita sebagai
budak, dan laki-laki adalah rajanya. Maka untuk itu
dihadirkanlah
tokoh Tuti anak Raden Wiriatmaja sebagai penggerak
emansipasi dalam novel tersebut. Lewat perantara
Tuti, Takdir kerap menyindir para lelaki yang kerap memposisikan
kaum wanita sebagai sebuah barang. Ketika ia dibutuhkan maka ia akan dipuji tapi ketika
kebutuhannya selesai lelaki tersebut akan membuangnya kembali jika sudah bosan. Lalu, apa arti dari seorang wanita bagi kaum laki-laki kalau sudah bosan atau rusak dibuang lalu beli yang lain . Ketimpangan itulah yang dicoba ditentang oleh Takdir lewat
Tuti.