EMANSIPASI WANITA DALAM NOVEL LAYAR TERKEMBANG

By Sendaewardah - Maret 31, 2018


Layar terkembang adalah salah satu buah karya dari Sutan Takdir Alisjahbana yang fenomenal pada masa angkatan Pujangga Baroe. ovel ini banyak diminati, khususnya remaja pada saat itu karena banyaknya Romansa dan pengorbanan cinta. Angkatan Pujangga Baru sendiri adalah sebuah nama majalah sastra yang terbit tahun 1933. Majalah itu bernama Pujangga Baroe. Majalah Pujangga Baru dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane. Keempat tokoh tersebutlah sebagai pelopor Pujangga Baru. Karena berlangsung mulai 1933 – 1942 (Masa penjajahan Jepang) maka angkatan Pujangga Baru disebut Angkatan Tiga Puluh.

Munculnya Angkatan Pujangga Baru disebut sebagai reaksi para sastrawan terhadap sensor karya tulis sastrawan pada masa tersebut yang dilakukan oleh Balai Pustaka, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia. Mengapa? Karena salah satunya adalah Karya-karya sastra yang lahir pada angkatan ini bersifat dinamis, individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi. Di samping itu, kebudayaan yang dianut masyarakat adalah kebudayaan dinamis. Kebudayaan tersebut merupakan gabungan antara kebudayaan barat dan kebudayaantimur sehingga sifat kebudayaan Indonesia menjadi universal. Selain itu, Angkatan Pujangga Baru dilatarbelakangi kejadian bersejarah “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928. Sehingga tampakn dari sejarah yang melatarbelakanginya Angkatan Pujangga Baru seperti ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia

Mulanya Pujangga Baru hanya nama sebuah majalah bahasa dan sastra yang terbit pada bulan Juli 1933. Penamaan Pujangga Baru ini diambil dari para pendiri majalah tersebut yaitu segolongan pujangga muda. Majalah tersebut akhirnya menjadi media pertemuan para penulis muda. Dalam dada para penulis muda hanya ada satu tekad dan modal, yaitu hasrat yang menyala-nyala. Maka terbentuklah perkumpulan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Baru. Pujangga Baru merupakan perjuangan untuk memajukan kesusastraan baru Indonesia yang sesuai dengan jiwa baru bangsa Indonesia. Dengan lahirnya Pujangga Baru dimulailah kesusastraan Indonesia yang sebenarnya, dan kesusastraan Melayu di bumi Indonesia pun berakhirlah. Pujangga pujangganya terdiri atas berbagai suku bangsa yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa perjuangan, bahasa untuk melahirkan perasaan dan pikiran, menuju cita-cita yang luhur yaitu kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Semangat yang mendorong lahirnya Pujangga Baru ialah: Perasaan ingin bebas merdeka, tidak terkungkung dalam melahirkan perasaan, kehendak, dan pendapat menurut gerak sukma dan jiwa masing-masing.

 Karakteristik dari Angkatan Pujangga Baru sendiri salah satunya bisa dilihat dari Tema. Pokok cerita yang dibuat pada masa itu tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi sudah memasuki masalah kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul “ Layar Berkembang”. Novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah novel roman lama yang menjadi jejak pemikiran modern Indonesia. Novel ini memuat tentang pendidikan yang memberikan ilusi karena tidak berdasarkan pada kenyataan dan hanya berdasarkan angan-angan pengarang yang tidak bisa dibenarkan dalam kehidupan nyata. Selain itu, sifat kebangsawan dalam novel Sutan Takdir Alisjahbana baru muncul dalam novel Layar Terkembang karena lingkungan tempat cerita itu adalah lingkungan priayi. Sang pengarang menjadikan novel ini ajang untuk mengekspresikan hasratnya pada karya sastra khususnya novel.

Salah satu permasalahan modern yang diangkat dalam novel Layar Terkembang sesuai dengan karakteristik pada masa itu adalah Emansipasi. Takdir mencoba mendobrak paradigma yang ada di masyarakat bahwa seorang wanita adalah tawanan dalam penjara, artinya tidak bisa bergerak semau kata hatinya, mereka selalu dituntut menuruti apa yang suaminya inginkan. Sehingga Takdir membuat tokoh Tuti dalam novelnya sebagai bentuk sindiran atau kritikan kepada bangsa, budaya, dan laki-laki khususnya. Takdir sendiri adalah seorang laki-laki, akan tetapi dia tidak menganggap hal itu adalah batasan antara laki-laki dan wanita, tapi siapa yang melakukan tindakan merugikan itulah yang salah.

Karena itu lah emansipasi wanita harus di tegakkan sebagai peringatan kepada kaum hawa yang masih tertindas atau belum merdeka karena kaum laki-laki. Takdir memunculkan suatu konsep baru dalam novelnya untuk merevolusi perbedaan yang sengaja dianut kaum laki-laki untuk memperlakukan wanita sebagai budak, dan laki-laki adalah rajanya. Maka untuk itu dihadirkanlah tokoh Tuti anak Raden Wiriatmaja sebagai penggerak emansipasi dalam novel tersebut. Lewat perantara Tuti, Takdir kerap menyindir para lelaki yang kerap memposisikan kaum wanita sebagai sebuah barang. Ketika ia dibutuhkan maka ia akan dipuji tapi ketika kebutuhannya selesai lelaki tersebut akan membuangnya kembali jika sudah bosan. Lalu, apa arti dari seorang wanita bagi kaum laki-laki kalau sudah bosan atau rusak dibuang lalu beli yang lain . Ketimpangan itulah yang dicoba ditentang oleh Takdir lewat Tuti.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar